Iklan
![]() |
| Bupati Aceh Singkil, Safriadi Oyon |
Aceh Singkil – Gelombang kritik terhadap Kepala Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokopim) Setdakab Aceh Singkil semakin keras. Dua organisasi mahasiswa—Forum Mahasiswa Aceh Singkil (Formas) dan Forum Mahasiswa Peduli Kebijakan Aceh Singkil (FMPK-AS)—secara tegas mendesak Bupati Aceh Singkil Safriadi Oyon mencopot Kabag Prokopim Jefri Mahardika Manik menyusul dugaan larangan memasukkan berita bernada kritik ke dalam kliping resmi pemerintah daerah.
Ketua Formas, Ahmad Fadil Lauser Melayu, mengecam keras tindakan yang ia nilai sebagai bentuk nyata pembungkaman ruang demokrasi. Menurutnya, alasan “kesepakatan awal tahun” yang dijadikan dasar penyaringan berita tidak lebih dari upaya menutupi praktik sensor terhadap kritik publik.
“Ini bukan sekadar salah urus birokrasi. Ini pola yang berbahaya. Pemerintah hanya ingin mendengar pujian, sementara suara kritis masyarakat dan pers dibungkam sistematis,” ujarnya. Kamis (11/12/2025).
Ia menegaskan bahwa kritik tidak boleh diperlakukan sebagai ancaman. “Yang menjadi musuh rakyat adalah pejabat-pejabat yang alergi terhadap kenyataan di lapangan.”
Fadil menilai pesan yang bocor dari grup kliping wartawan—yang diduga memerintahkan penyaringan berita—membuktikan bahwa Kabag Prokopim tidak memahami tugas dasar kehumasan.
“Alih-alih memastikan informasi publik berjalan jujur dan transparan, ia justru membangun tembok sensor demi menjaga citra kekuasaan,” tambahnya.
Ia juga menegaskan bahwa keberadaan pejabat seperti ini justru merugikan Pemerintah Daerah.
“Pejabat seperti ini bukan membantu Bupati, tapi membebani. Aceh Singkil butuh birokrat yang bekerja, bukan yang memerintah jurnalis untuk tutup mulut.”
Formas menilai Bupati Aceh Singkil tidak boleh tinggal diam. “Diam berarti menyetujui praktik pembungkaman. Diam berarti membiarkan instansi pemerintah berubah menjadi mesin propaganda,” tegas Fadil.
Atas dasar itu, Formas mendesak Bupati segera mencopot Kabag Prokopim sebagai langkah minimal memulihkan kepercayaan publik.
“Jika seorang Kabag berani membungkam kritik, maka ia sudah tidak layak berada di ruang publik. Dan jika Bupati tidak bertindak, rakyat akan menganggap ini memang kebijakan diam-diam pemerintah daerah,” tambahnya.
*FMPK-AS: Penyaringan Kritik adalah Cermin Kekuasaan yang Keliru*
Desakan serupa datang dari Forum Mahasiswa Peduli Kebijakan Aceh Singkil (FMPK-AS). Ketua organisasi tersebut, M. Yunus, menilai larangan berita kritik merupakan sinyal bahwa roda pemerintahan di Aceh Singkil sedang bergerak ke arah keliru.
“Kalau pemerintah bekerja benar, mereka tidak perlu takut pada kritik. Orang yang alergi kritik biasanya menyadari ada sesuatu yang mereka tutupi,” tegasnya.
FMPK-AS menyebut bahwa upaya mengarahkan agar berita-berita kritis tidak masuk kliping pemerintah adalah tindakan memalukan dan jauh dari semangat transparansi.
“Ini bukan era kegelapan demokrasi. Ini tahun 2025. Menyensor kliping tidak akan membuat persoalan hilang, justru menelanjanginya,” kata Yunus.
Ia juga menolak alasan yang menyebut bahwa aturan itu merupakan hasil “kesepakatan awal tahun”.
“Jangan jadikan nama wartawan sebagai tameng untuk tindakan keliru. Media yang sehat tidak akan mau terlibat dalam penguburan kritik.”
*Kritik Tajam untuk Kondisi Aceh Singkil Saat Ini*
FMPK-AS menilai bahwa pemerintah daerah seharusnya fokus memperbaiki kondisi Aceh Singkil yang tengah menghadapi banyak persoalan: banjir berulang, infrastruktur rusak, kelangkaan BBM, hingga lemahnya pelayanan publik.
“Dalam situasi seperti ini, kritik justru harus dibuka seluas-luasnya. Yang harus dibenahi itu kerja pemerintah, bukan suara rakyat,” ujar Yunus.
Ia juga menyebut bahwa pembungkaman kritik merupakan indikator karakter kekuasaan yang sedang berubah.
“Ketika kritik disingkirkan, itu tanda ada pejabat yang mulai merasa dirinya raja kecil. Padahal jabatan itu amanah, bukan tameng untuk memoles citra.”
Yunus memastikan bahwa FMPK-AS tidak akan tinggal diam.
“Kalau ada pejabat yang risih dikritik, itu masalah pribadi mereka. Tapi jangan menggunakan institusi pemerintah untuk menutupi ketidakmampuan sendiri.”
Ia menutup pernyataan dengan pengingat bahwa kritik adalah bagian penting demokrasi.
“Selama Aceh Singkil masih punya rakyat yang peduli, jangan pernah bermimpi kritik bisa dibungkam.”

Tutup Iklan