Iklan
![]() |
| Ilustrasi |
Aceh Singkil — Forum Mahasiswa dan Masyarakat Aceh Singkil (FORMAS) melontarkan kritik keras terhadap Pemerintah Daerah Aceh Singkil terkait mandeknya pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) 2026. FORMAS menilai keterlambatan tersebut bukan sekadar masalah teknis, melainkan bukti nyata buruknya tata kelola pemerintahan daerah.
Ketua FORMAS, Ahmad Fadil Lauser Melayu, menyebut hingga melewati batas waktu yang diatur regulasi, dokumen anggaran belum juga diserahkan ke DPRK. Kondisi ini dinilai sebagai tamparan serius bagi manajemen pemerintahan yang seharusnya menjadikan anggaran sebagai prioritas utama.
“APBK adalah jantung pemerintahan. Ketika jantung ini dibiarkan berhenti berdetak, artinya pemerintah membiarkan daerah berjalan tanpa denyut,” tegas Ahmad Fadil, Senin (24/12/2025).
FORMAS menilai kegagalan menyampaikan KUA–PPAS dan Rancangan APBK tepat waktu mencerminkan lemahnya perencanaan, buruknya koordinasi antarorganisasi satuan kerja perangkat kabupaten (SKPK), serta rapuhnya kendali pimpinan dalam menggerakkan birokrasi.
Menurut FORMAS, situasi tersebut tak bisa terus ditutupi dengan dalih dinamika internal. Apalagi hingga kini Pemda Aceh Singkil dinilai belum memberikan penjelasan terbuka kepada publik mengenai penyebab keterlambatan anggaran.
“Kalau anggaran saja gagal dikelola, publik wajar bertanya: di mana keseriusan pemerintah melayani rakyat? Jangan-jangan pemerintah lebih sibuk dengan agenda di luar kepentingan publik,” sindir Ahmad Fadil.
FORMAS juga menegaskan tanggung jawab utama berada di tangan Bupati Aceh Singkil, Safriadi Oyon, sebagai pucuk pimpinan pemerintahan daerah. Menurut mereka, mandeknya APBK 2026 tak mungkin dilepaskan dari lemahnya kepemimpinan kepala daerah dalam memastikan disiplin kerja birokrasi berjalan sesuai aturan.
“Bupati Safriadi Oyon tidak bisa cuci tangan. Dalam sistem pemerintahan, kepala daerah adalah penanggung jawab utama tata kelola anggaran. Jika APBK mandek, itu mencerminkan kegagalan mengonsolidasikan OPD dan mengawal agenda paling vital pemerintahan,” tegasnya.
FORMAS menilai sikap diam dan minimnya penjelasan publik dari Bupati justru memperparah krisis kepercayaan masyarakat. Alih-alih tampil memberi kepastian dan solusi, pimpinan daerah dinilai membiarkan polemik anggaran berlarut-larut tanpa arah yang jelas.
“Rakyat butuh kepemimpinan, bukan keheningan. Ketika Bupati memilih diam di tengah kekacauan anggaran, publik wajar menilai ada pembiaran atau ketidakmampuan mengendalikan pemerintahan,” lanjut Ahmad Fadil.
FORMAS mengingatkan bahwa mandeknya APBK berpotensi langsung menghantam masyarakat, mulai dari terhambatnya pelayanan publik, tertundanya pembangunan pascabencana, hingga tersendatnya program sosial yang menyentuh rakyat kecil.“Yang selalu dikorbankan adalah rakyat, sementara elite birokrasi seolah tak tersentuh. Ini bentuk pembiaran yang tidak bisa ditoleransi,” ujarnya.
Atas kondisi tersebut, FORMAS mendesak Pemda Aceh Singkil segera membuka persoalan ini secara transparan dan menyerahkan dokumen APBK ke DPRK tanpa alasan bertele-tele. Jika tidak, mereka menilai tekanan publik akan terus membesar.
“APBK 2026 jangan dijadikan sandera oleh ketidakmampuan birokrasi. Pemerintah harus bertanggung jawab, atau bersiap menghadapi tekanan publik yang lebih keras,” pungkas Ahmad Fadil.
.jpeg)
Tutup Iklan