Iklan

Sabtu, 01 November 2025, 21.22.00 WIB
ACEH SINGKIL

Janji yang Belum Ditepati: BKPH Tak Kunjung Telusuri Dugaan PT RPP Garap Hutan Produksi Aceh Singkil

Iklan

Kebun Kelapa Sawit, Ilustrasi 

Aceh Singkil – Hampir empat bulan sudah berlalu sejak Kepala Bagian Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Singkil, Saipul Amri, berjanji akan menelusuri dugaan penggarapan hutan produksi oleh PT Runding Putra Persada (RPP). Namun hingga kini, langkah investigasi itu belum juga dimulai.


Janji itu disampaikan Saipul pada Sabtu, 26 Juli 2025, di tengah maraknya pemberitaan mengenai dugaan perusahaan kelapa sawit yang menguasai kawasan hutan di Kecamatan Singkohor. Saat itu, ia menegaskan BKPH akan bergerak cepat.


“Kami akan melakukan investigasi terhadap pemberitaan yang berkembang,” ujarnya kala itu.


Pernyataan tersebut sempat menjadi sorotan publik. Pasalnya, dugaan bahwa PT RPP telah menggarap hutan produksi bukan isu baru. Tiga tahun lalu, tim dari Direktorat Gakkum KLHK disebut pernah turun langsung ke lokasi.


"Tepatnya di bulan puasa, tim Gakkum berada di lokasi selama dua hari," kata Saipul menjelaskan.


Namun, sejak janji itu diucapkan, tidak ada tanda-tanda penelusuran dilakukan. Saat dikonfirmasi pada 1 November 2025, Saipul mengakui pihaknya belum turun ke lapangan.


“Tinggal instruksi lanjut dari pimpinan,” ujarnya singkat.

“Tunggu gabungan dan surat tugas dari pimpinan,” tambahnya lagi.


*Pengakuan dari Dalam Perusahaan*


Isu dugaan penggarapan hutan produksi ini mencuat setelah pengakuan manajer PT RPP dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi II DPRK Aceh Singkil beberapa waktu lalu. Dalam forum resmi itu, pihak perusahaan mengaku telah mengelola lahan di kawasan hutan sekitar 300 hektare.


Anggota Komisi II DPRK Aceh Singkil, Warman, masih mengingat jelas pengakuan itu.


“Pengakuan manajernya langsung yang menyampaikan itu saat kami RDP beberapa bulan lalu,” ungkapnya kepada PENAACEH, Selasa (22/7/2025).


Politisi Partai NasDem tersebut menilai pernyataan itu bukan hal sepele. Menurutnya, jika benar perusahaan sawit tersebut menggarap kawasan hutan tanpa izin, maka aparat penegak hukum wajib bertindak.


“Kita minta penegak hukum tangkap mereka,” tegasnya.


Warman mengaku tak lagi mengingat pasti kapan aktivitas tersebut dimulai. Namun yang jelas, berdasarkan pengakuan perusahaan, pengelolaan lahan di kawasan hutan itu telah berlangsung cukup lama.


*Ancaman Hukuman Berat*


Secara hukum, aktivitas penguasaan kawasan hutan tanpa izin merupakan pelanggaran serius. Pasal 78 ayat (2) jo Pasal 50 ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, menyebutkan pelaku dapat diancam pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda hingga Rp5 miliar.


Namun, hingga kini belum ada langkah konkret dari pihak berwenang untuk menindaklanjuti dugaan tersebut. BKPH Singkil yang seharusnya berada di garis depan pengawasan justru masih menunggu “instruksi” dari pimpinan.


*Menanti Keberanian Menegakkan Janji*


Publik kini menunggu, apakah janji BKPH Singkil untuk menelusuri dugaan penggarapan hutan produksi oleh PT RPP hanya akan menjadi retorika semata. Di tengah meningkatnya perhatian terhadap isu deforestasi dan penyalahgunaan izin usaha, kejelasan sikap lembaga pengelola hutan menjadi ujian penting bagi transparansi dan penegakan hukum lingkungan di Aceh Singkil.


Sementara waktu terus berjalan, hutan yang mestinya dijaga justru kian terancam, dan janji untuk menelusuri kebenaran itu pun masih menggantung di udara.

Close Tutup Iklan