Iklan
![]() |
| Gajian C Tanah Timbun, (Google) |
Aceh Singkil – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Singkil dinilai tidak konsisten dalam menerapkan kebijakan kenaikan tarif pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB). Pasalnya, setelah menerbitkan keputusan resmi yang menyatakan kenaikan tarif berlaku sejak 1 Agustus 2025, Pemkab kini justru menyebut penerapan aturan tersebut baru akan berlaku mulai tahun 2026.
Kebijakan kenaikan pajak MBLB ini sebelumnya menuai sorotan setelah media PENAACEH memberitakan artikel berjudul “Pajak MBLB Melonjak, Kontraktor Aceh Singkil Terjebak dalam Sistem yang Buruk” pada 20 Oktober 2025. Dalam pemberitaan tersebut dijelaskan bahwa Pemkab Aceh Singkil menetapkan tarif baru pajak MBLB secara signifikan tanpa adanya sosialisasi kepada masyarakat, khususnya para kontraktor.
Kebijakan itu tertuang dalam Surat Keputusan Bupati Aceh Singkil Nomor 900.1.13.1/195/2025, yang diterbitkan pada 1 Agustus 2025, dan disebut langsung diberlakukan saat itu juga. SK tersebut menggantikan aturan sebelumnya, Nomor 188.45/370/2020, dengan rincian tarif baru sebagai berikut:
Tanah timbun/tanah urug (pasir): Rp50.000/m³
Tanah liat (bentonit): Rp35.000/m³
Pasir kuarsa: Rp100.000/m³
Kerikil berpasir alami (sirtu): Rp80.000/m³
Kerikil: Rp80.000/m³
Batu gunung/batu gajah/andesit: Rp100.000/m³
Batu kali/koral: Rp100.000/m³
Batu agregat kelas A: Rp100.000/m³
Batu agregat kelas B: Rp80.000/m³
Harga patokan tersebut menjadi dasar penghitungan pajak bagi pelaku usaha pengambil bahan MBLB di Aceh Singkil.
Namun, kebijakan ini langsung menuai kritik tajam dari kalangan kontraktor. Salah satu kontraktor proyek penimbunan jalan mengaku kecewa karena Badan Pengelola Keuangan Kabupaten (BPKK) langsung memotong pajak berdasarkan Rencana Anggaran Biaya (RAB) tanpa ada pemberitahuan atau sosialisasi terlebih dahulu.
“Kami tidak pernah mendapat pemberitahuan soal kenaikan ini. Seharusnya kalau tarif baru diberlakukan tahun 2025, sosialisasi dilakukan terlebih dahulu, atau paling tidak diterapkan mulai 2026 supaya kami bisa menyesuaikan,” ujarnya kepada PENAACEH.
Selain soal sosialisasi, kontraktor juga menyoroti adanya praktik jual beli bahan MBLB dari sumber tidak resmi dengan harga jauh lebih murah, yang justru dibiarkan karena pajak tetap dipungut berdasarkan volume dalam RAB proyek, bukan dari sumber pengambilan bahan.
Kondisi tersebut menimbulkan ketidakpastian dan dikhawatirkan merugikan kontraktor serta masyarakat. Banyak pihak berharap agar Pemkab lebih transparan dan melibatkan konsultasi publik sebelum menetapkan kebijakan pajak baru.
Menanggapi polemik tersebut, Kabid Pendapatan BPKK Aceh Singkil, Wagiman, justru menyampaikan bahwa keputusan penerapan tarif baru akan diberlakukan mulai tahun 2026, bukan 2025 sebagaimana tertulis dalam SK Bupati.
“Sesuai dengan masukan dan saran dari kawan-kawan kontraktor, SK Bupati terkait harga patokan MBLB tersebut kita berlakukan di tahun 2026,” kata Wagiman kepada PENAACEH, Senin (20/10/2025).
Pernyataan Wagiman itu menimbulkan tanda tanya baru di kalangan publik, sebab bertentangan dengan isi keputusan resmi yang menyatakan bahwa SK mulai berlaku sejak ditetapkan, yakni per 1 Agustus 2025.
Sikap inkonsisten ini membuat banyak pihak menilai Pemkab Aceh Singkil plin-plan dalam menjalankan kebijakan fiskal daerah yang berdampak langsung terhadap pelaku usaha dan pembangunan di wilayah tersebut.

Tutup Iklan