Iklan
![]() |
Alamp Aksi Gelar Aksi Tutup Mulut di kantor Gubernur Aceh. Banda Aceh 1 Oktober 2025 |
Banda Aceh — Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Anti Korupsi (ALAMP AKSI) Provinsi Aceh menggelar aksi unjuk rasa di halaman Kantor Gubernur Aceh, Rabu (1/10/2025). Massa menuntut Gubernur Aceh, Muzakkir Manaf, segera memanggil manajemen PT Nafasindo dan meminta pertanggungjawaban terkait sejumlah persoalan serius di Kabupaten Aceh Singkil.
Dipimpin Koordinator Lapangan Rahman, aksi berlangsung dengan simbol tutup mulut sebagai bentuk protes. Massa menuding adanya dugaan permainan dalam perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) PT Nafasindo yang seharusnya berakhir pada 11 Mei 2023. Meski demikian, perusahaan perkebunan tersebut masih beroperasi di lahan seluas 3.007 hektar hingga saat ini.
“Jika gubernur tidak menindaklanjuti aspirasi masyarakat Aceh Singkil, kami menduga ada permainan kotor di balik perpanjangan izin ini. Kami menuntut gubernur berpihak pada rakyat Aceh, bukan perusahaan,” tegas Rahman dalam orasinya.
Selain isu HGU, massa juga menyoroti insiden jebolnya kolam limbah PT Nafasindo pada 6 September lalu yang menyebabkan pencemaran parah di Sungai Lae Gombar. Dampaknya sangat dirasakan oleh warga, termasuk kematian ikan, bau menyengat di pemukiman, hilangnya mata pencaharian nelayan, dan warga tidak bisa memanfaatkan sungai tersebut.
ALAMP AKSI juga menuding PT Nafasindo melanggar sejumlah regulasi, seperti kewajiban menyediakan kebun plasma 20 persen bagi masyarakat sekitar sesuai Permentan No. 26/2007, Permentan No. 98/2013, dan Permen ATR No. 7/2017. “Program CSR perusahaan tidak jelas manfaat dan transparansinya, sementara keuntungan terus dibawa keluar daerah,” ujar Musda Yusuf, orator lainnya.
Menurut massa, perusahaan juga kurang memperhatikan aspek sosial dan ekonomi masyarakat lokal sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perkebunan No. 39/2014. Tenaga kerja tetap yang berasal dari Aceh Singkil sangat minim, dan mayoritas warga hanya bekerja sebagai buruh harian lepas.
Massa menilai pengawasan dari pemerintah pusat sangat lemah dan meminta Presiden melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) agar tidak memperpanjang izin HGU PT Nafasindo. Mereka juga mengecam Komisi VI DPR RI yang dinilai abai menjalankan fungsi pengawasan.
“Banyak yang tidur daripada jaga. Mereka hanya datang saat pemilu, tapi saat rakyat menjerit, tak ada yang bersuara,” ujar Rahman.
Aksi ditutup dengan ancaman akan menggelar aksi lanjutan dengan skala lebih besar jika Gubernur Aceh tidak segera mengambil tindakan tegas. “Kalau gubernur lemah, kami akan turun lagi. Hukum harus ditegakkan, rakyat harus dimerdekakan dari penjajahan berkedok perkebunan,” tutup Rahman.