Iklan

Kamis, 25 September 2025, 17.07.00 WIB
Banda Aceh

Kejati Aceh Didesak Bongkar Indikasi Pungli dalam Program Revitalisasi Sekolah di Barat Selatan

Iklan

Ketua DPW ALAMP AKSI Aceh, Mahmud Padang 

BANDA ACEH – Program revitalisasi sekolah yang menjadi bagian dari Program Strategis Nasional (PSN) Presiden Prabowo Subianto di wilayah Barat Selatan Aceh diduga kuat tercemar praktik pungutan liar (pungli).


Berdasarkan hasil monitoring, dari total pagu fisik sebesar Rp 14,45 miliar yang dialokasikan untuk 15 sekolah di salah satu kabupaten, terendus adanya potongan hingga 15 persen pada setiap kegiatan. Bila dihitung, nilai pungli yang diduga menguap mencapai sekitar Rp 2,167 miliar.


Ketua DPW Aliansi Mahasiswa Pemuda Anti Korupsi (Alamp Aksi) Aceh, Mahmud Padang, menyatakan bahwa dugaan pungli ini bukan sekadar rumor. “Ini sudah menjadi rahasia umum di warung-warung kopi. Dugaan pungli dilakukan oleh oknum non-ASN yang bukan pejabat resmi, tetapi memiliki kuasa memungut uang dari pihak penerima bantuan,” ungkap Mahmud, Kamis (25/9/2025).


Alamp Aksi mendapatkan informasi bahwa pungutan dilakukan secara sistematis oleh oknum perantara yang berperan sebagai “penjaga pintu.” Mereka memastikan dana bantuan tidak mengalir penuh ke penerima, karena sebagian dipotong untuk kepentingan kelompok tertentu.


Mahmud menjelaskan fenomena ini termasuk dalam praktik korupsi yang disebut state capture corruption, yakni penguasaan kebijakan publik oleh aktor informal melalui jalur non formal.


Secara hukum, praktik tersebut melanggar Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2020 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang menekankan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas. Selain itu, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, khususnya Pasal 12e, melarang keras setiap pungutan tanpa dasar hukum. Dalam perspektif hukum administrasi negara, pungutan oleh pihak non-ASN tanpa kewenangan adalah penyalahgunaan kekuasaan yang termasuk tindak pidana korupsi.


Kerugian pungli ini bukan hanya angka semata. Dana Rp 2,1 miliar lebih yang diduga digelapkan bisa berarti puluhan ruang kelas tak diperbaiki, laboratorium gagal dibangun, dan fasilitas sanitasi yang dibiarkan rusak. Dampaknya nyata, anak-anak harus belajar di ruang yang rapuh dan jauh dari standar pendidikan layak, yang merupakan pelanggaran hak anak untuk pendidikan berkualitas sesuai UUD 1945 Pasal 31 dan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional.


Mahmud menegaskan, jika praktik pungli ini benar, kerugian masyarakat bukan hanya kebocoran anggaran, tetapi juga hilangnya kesempatan generasi muda belajar di ruang kelas aman dan bermutu. “Membiarkan pungli ini sama dengan merampas masa depan anak bangsa. Program strategis nasional yang harusnya menjadi kebanggaan berubah menjadi ladang bancakan segelintir orang,” ujarnya.


Karena itu, Alamp Aksi mendesak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh untuk turun tangan penuh. Menurut Mahmud, penanganan di tingkat kabupaten rawan konflik kepentingan karena kedekatan sosial-politik aktor lokal. Hanya Kejati Aceh yang dianggap memiliki independensi untuk membongkar jaringan pungli ini. “Persoalan ini sudah jadi buah bibir masyarakat. Jika aparat serius, praktik ini bisa terbongkar dalam waktu singkat,” tegasnya.


Alamp Aksi menyatakan sudah mengantongi informasi awal dan terus memantau perkembangan. Mereka yakin Kejati Aceh dengan jaringan yang dimiliki akan lebih mudah melacak dan membongkar indikasi pungli pada anggaran revitalisasi sekolah yang merupakan program pemerintah pusat.


Alamp Aksi juga berkomitmen mengawal proses hukum agar tidak berhenti di tingkat rumor atau laporan semu. “Program Presiden Prabowo harus dijaga dari tangan-tangan kotor. Kami yakin Kejati Aceh punya tanggung jawab moral dan hukum untuk memastikan pembangunan pendidikan benar-benar sampai ke rakyat, bukan berhenti di kantong mafia,” pungkas Mahmud Padang.

Close Tutup Iklan