Iklan

Minggu, 21 Desember 2025, 22.10.00 WIB
ACEH SINGKIL

Lima Ton Beras Bantuan Masih Mengendap di Posko Bersama Aceh Singkil, Kok Belum Didistribusikan?

Iklan

Logistik Bantuan Korban Banjir di Posko Bersama Penanggulangan Bencana Aceh Singkil, di Aula Kantor Camat Gunung Meriah. (Dokumen Lama PENAACEH, 9 Desember 2025)

Aceh Singkil — Kondisi Aceh Singkil pascabanjir kini berangsur normal. Air telah surut, warga terdampak sudah kembali ke rumah masing-masing, dan aktivitas masyarakat mulai berjalan seperti biasa.


Namun di tengah situasi yang mulai membaik itu, muncul persoalan lain yang justru memantik tanda tanya: sekitar lima ton beras bantuan masih menumpuk di Posko Bersama Penanggulangan Bencana Aceh Singkil, Aula Kantor Camat Gunung Meriah.


Ketua Posko Bersama yang juga Plt Kepala Dinas Sosial Aceh Singkil, Ali Hasmi Pohan, membenarkan adanya sisa logistik tersebut. Menurutnya, bantuan belum disalurkan karena menunggu logistik lain agar pendistribusian bisa dilakukan sekaligus.


“Menunggu logistik lain masuk, biar sekalian didistribusikan,” kata Ali Hasmi kepada PENAACEH, Minggu (21/12/2025).


Namun alasan itu justru menimbulkan pertanyaan lanjutan. Jika kondisi darurat telah berlalu dan warga sudah kembali ke rumah, untuk siapa bantuan itu kini ditahan?


*Darurat Usai, Logistik Seharusnya Bergerak*


Data resmi Posko Bersama mencatat hingga 9 Desember 2025, sebanyak 145.230 kilogram beras masuk ke posko dan 141.628 kilogram telah disalurkan. Artinya, masih ada selisih beberapa ton—termasuk sekitar lima ton yang kini mengendap.


Secara administratif, angka ini mungkin tidak bermasalah. Namun dari sisi kebijakan publik, pengendapan logistik di luar masa darurat dinilai tidak bijak. Bantuan pangan bukan sekadar stok gudang, melainkan instrumen negara untuk melindungi warga—terutama kelompok rentan—dari dampak lanjutan pascabencana.


Apalagi, Ali Hasmi mengaku belum mengetahui kapan bantuan tahap kedua akan masuk, karena kewenangan penjadwalan berada di Dinas Pangan Aceh Singkil. Ketidakpastian ini membuat nasib bantuan yang sudah ada menjadi menggantung.


*Bantuan Banyak, Tapi Arah Kebijakan Dipertanyakan*


Padahal, bantuan untuk Aceh Singkil tercatat datang dari berbagai sumber: BNPB, Kementerian Sosial RI, BPBA, Bulog, pemerintah daerah tetangga, sektor swasta, hingga partai politik. Bulog bahkan menjadi salah satu pemasok terbesar dengan pengiriman puluhan ribu kilogram beras sejak akhir November 2025.


Ironisnya, di tengah arus bantuan yang besar itu, sebagian logistik justru berhenti di posko, bukan bergerak ke masyarakat.


Situasi ini memunculkan kritik bahwa pengelolaan bantuan lebih berorientasi pada kelengkapan administrasi ketimbang kepekaan terhadap momentum. Saat darurat, bantuan dituntut cepat. Saat darurat berlalu, bantuan seharusnya segera dialihkan untuk pemulihan, bukan ditahan tanpa kejelasan.


*Transparansi Diakui, Kebijakan Tetap Dipersoalkan*


Ali Hasmi menegaskan seluruh arus logistik dicatat secara terbuka dan dapat diaudit.“Semua bantuan yang masuk dan keluar tercatat dan bisa diaudit,” ujarnya.


Namun publik menilai, transparansi data tidak otomatis membenarkan pengendapan bantuan. Dalam konteks pascabencana, pemerintah dituntut bukan hanya tertib administrasi, tetapi juga cerdas membaca situasi.Banjir memang sudah surut. Warga memang sudah pulang.

Namun justru karena itulah, logistik tidak seharusnya mengendap—melainkan diarahkan untuk mempercepat pemulihan, membantu dapur keluarga, atau dialihkan ke wilayah yang masih membutuhkan.

Close Tutup Iklan