Iklan

Sabtu, 13 Desember 2025, 23.38.00 WIB
ACEH SINGKIL

Jembatan Darurat Batang Kelapa Dikerjakan Gotong Royong, Absennya PUPR–BPBD Aceh Singkil Jadi Sorotan Tajam

Iklan

Dandim 0109 Aceh Singkil Pimpinan Tim Sebelum Gotong Royong Jembatan Darurat di Desa Gosong Telaga Barat kecamatan Singkil Utara. Sabtu (13/12/2025).

Aceh Singkil – Pembangunan jembatan darurat dari batang kelapa yang dikerjakan secara gotong royong pada Sabtu (13/12/2025) kembali membuka fakta pahit penanganan pascabencana di Kabupaten Aceh Singkil. Di tengah kondisi darurat yang telah berlangsung lebih dari satu bulan, justru masyarakat dan pihak non-pemerintah yang tampil paling nyata di garis depan.


Pantauan PENAACEH di lokasi menunjukkan warga berjibaku bersama Dinas Perhubungan, unsur TNI–Polri, serta mendapat dukungan dana dari perusahaan kelapa sawit dan sumbangan batang kelapa dari partai politik. Di lapangan, seluruh proses pengerjaan jembatan darurat ini dikomandoi langsung oleh Dandim 0109/Aceh Singkil.


Namun di tengah kerja kolektif yang sarat semangat gotong royong itu, satu fakta mencolok tak terbantahkan: Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Singkil tidak terlihat satu pun di lokasi jembatan ambruk, yang merupakan akses vital masyarakat.


Absennya dua institusi kunci ini langsung memantik sorotan tajam publik. Padahal, PUPR dan BPBD merupakan ujung tombak negara dalam urusan infrastruktur dan kebencanaan. Ketidakhadiran mereka di tengah situasi darurat memunculkan pertanyaan serius tentang kehadiran negara saat rakyat berada dalam kondisi paling membutuhkan.


Demi keberimbangan informasi, Kepala Dinas PUPR dan Kepala BPBD Aceh Singkil telah diupayakan untuk dikonfirmasi melalui sambungan seluler. Namun hingga berita ini diturunkan, tidak ada respons maupun penjelasan resmi dari kedua pejabat tersebut.




Di lapangan, hanya Wakil Bupati Aceh Singkil, Hamzah Sulaiman, yang terlihat meninjau langsung lokasi pembangunan jembatan darurat dan menyampaikan apresiasi serta ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam aksi kemanusiaan tersebut.


Perlu ditegaskan, jembatan ini bukan sekadar bentangan kayu penghubung. Ia adalah urat nadi kehidupan warga—jalur ekonomi, pendidikan, layanan kesehatan, serta akses utama penghubung Rimo–Singkil sebagai pusat ibu kota kabupaten. Sejak jembatan ambruk diterjang banjir, keterisolasian warga terus berlangsung, sementara respons struktural dari PUPR dan BPBD belum terlihat secara nyata di lapangan.


Situasi ini semakin mengkhawatirkan mengingat curah hujan yang terus meningkat. Pantauan di ruas jalan Sebatang–Singkil, yang selama ini menjadi akses alternatif, menunjukkan ketinggian air terus naik, sehingga jembatan darurat ini menjadi satu-satunya harapan masyarakat agar mobilitas dan aktivitas ekonomi bisa kembali berjalan.


Ironisnya, solusi darurat justru bertumpu pada bantuan perusahaan kelapa sawit dan kontribusi partai politik. Fakta ini menjadi tamparan keras bagi institusi pemerintah, karena pihak non-pemerintah tampil lebih cepat, lebih tanggap, dan lebih konkret dibanding lembaga yang memiliki mandat, kewenangan, serta anggaran negara.


Gotong royong rakyat telah membuktikan daya tahannya. Namun pertanyaan mendasar tetap menggantung di ruang publik: di mana PUPR dan BPBD Aceh Singkil ketika negara seharusnya hadir?

Close Tutup Iklan