Iklan
![]() |
| Ilustrasi |
Aceh Singkil – Di tengah semangat pemerintah memperbaiki tata kelola pendidikan, kabar tak sedap justru datang dari Kabupaten Aceh Singkil. Beredar informasi terbatas yang menyebut, Kepala Dinas Pendidikan setempat, Amran, diduga melakukan pungutan liar (pungli) terhadap salah satu sekolah penerima proyek pendidikan tahun 2025.
Isu ini bermula dari kegiatan atau proyek Revitalisasi di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) di kecamatan Singkil, Aceh Singkil, lembaga pendidikan non formal di bawah Dinas Pendidikan. Dari informasi yang diperoleh, proyek di sekolah tersebut bernilai sekitar Rp600 juta dari berbagai item kegiatan mulai dari mobiler, perbaikan MCK dan lain sebagainya. Namun, di balik kegiatan itu, tersiar kabar bahwa Kadisdik meminta “jatah” kepada kepala sekolah, Nursakdah, senilai Rp 42 juta.
Seorang sumber yang mengetahui persoalan ini menyebut, uang tersebut diminta sebagai bagian dari keuntungan kegiatan proyek yang dikerjakan secara swakelola oleh pihak sekolah. “Istilahnya bagi rezeki dari kegiatan, padahal kegiatan belum selesai,” ujar sumber yang enggan disebutkan namanya, Kamis (6/11/2025).
Belakangan, kabar tersebut mulai tercium ke berbagai pihak termasuk sampai ke telinga Wakil Bupati Aceh Singkil Hamzah Sulaiman mengetahui hal itu, Amran dikabarkan segera mengembalikan sebagian dari uang yang telah diterima, namun baru setengah dari total Rp 42 juta tersebut. Hingga kini, belum diketahui apakah pengembalian sisanya akan dilakukan atau tidak.
Upaya konfirmasi kepada Amran tak membuahkan hasil. Pesan dan panggilan telepon yang dialamatkan kepadanya belum direspons. Hal serupa juga terjadi saat mencoba menghubungi Kepala Sekolah SKB, Nursakdah.
Yang menarik, dugaan pungli ini disebut baru terjadi di satu sekolah. Padahal, tahun 2025 ini, banyak sekolah di bawah naungan Dinas Pendidikan Aceh Singkil menerima dana proyek yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Data yang dihimpun menunjukkan, lima SD, lima SMP, satu SKB, dan tiga PAUD menjadi penerima program dengan nilai bervariasi antara Rp600 juta hingga Rp1,7 miliar. Program ini bertujuan untuk merehabilitasi dan membangun sarana prasarana agar lebih baik, layak, dan aman, sehingga dapat mendukung proses pembelajaran yang efektif.
Praktik seperti ini, jika benar adanya, bukan hanya mencoreng nama baik Dinas Pendidikan, tapi juga mengikis kepercayaan publik terhadap dunia pendidikan itu sendiri.
“Bagaimana pendidikan bisa maju kalau pejabatnya justru meminta upeti dari sekolah yang sedang berjuang membangun?” ujar salah satu warga dengan nada kecewa.
Di tengah diamnya para pihak terkait, publik kini menunggu langkah tegas aparat penegak hukum untuk menelusuri kebenaran kabar ini. Sebab bagi masyarakat Aceh Singkil, pendidikan adalah harapan — dan harapan itu seharusnya tidak dikotori oleh permainan kotor oknum pejabat.
.jpeg)
Tutup Iklan