Iklan
![]() |
Kebun Kelapa Sawit (Google) |
Aceh Singkil — Masalah Hak Guna Usaha (HGU) dua perusahaan kelapa sawit besar, PT Socfindo dan Nafasindo, yang masa berlakunya berakhir sejak 2023, masih menyisakan polemik di Aceh Singkil. Hingga kini, belum ada langkah jelas dari pemerintah daerah terkait pengelolaan lahan tersebut.
Masyarakat dan kalangan mahasiswa setempat mendesak agar lahan HGU tersebut diambil alih negara dan daerah, kemudian diserahkan kepada masyarakat untuk kebutuhan hunian dan lahan produktif demi peningkatan kesejahteraan warga. Namun, tuntutan ini belum mendapatkan respons nyata dari Bupati dan DPRK Aceh Singkil.
“Masalah ini tak akan selesai jika elit daerah masih bermental krupuk, mengutamakan kepentingan korporasi di atas kebutuhan rakyat,” ujar seorang aktivis mahasiswa Safriadi Pohan . Dia menilai elit daerah lebih fokus menjaga hubungan dengan perusahaan besar dan memperjuangkan kepentingan pribadi maupun bisnis keluarga.
Meski isu HGU terkait pemerintah pusat dan kepentingan negara, aktivis menegaskan bahwa hal tersebut bukan alasan untuk bersikap pasif. Pemerintah daerah dan DPRK seharusnya berani memperjuangkan perubahan regulasi demi kepentingan rakyat.
Selama ini, perusahaan kelapa sawit di Aceh Singkil dinilai kurang memenuhi kewajiban seperti penyediaan plasma dan kontribusi terhadap pendapatan daerah. Akibatnya, kemiskinan dan ketertinggalan di wilayah ini sulit teratasi, sementara elit daerah justru disinyalir memanfaatkan jabatan untuk keuntungan pribadi.
Respons elit yang cenderung diplomatis dan minim tindakan konkret semakin memperburuk situasi. Kekhawatiran akan terganggunya kepentingan bisnis pribadi dinilai menjadi alasan mereka enggan bertindak tegas.
Berbagai elemen masyarakat, termasuk LSM, tokoh masyarakat, dan ulama, mendesak Bupati dan DPRK untuk bersatu memberikan komitmen nyata memperjuangkan kepentingan rakyat. Jika tidak, mereka berisiko dicap sebagai pengkhianat rakyat dan kehilangan kepercayaan serta dukungan dalam pemilu dan pilkada mendatang.
Isu HGU ini menjadi ujian nyata bagi keberanian dan integritas elit Aceh Singkil: apakah mereka mampu menjadi pelayan masyarakat sejati, atau justru terus memperkaya diri di atas penderitaan rakyat?