Iklan
![]() |
| Suasana Dialog Masyarakat dengan Pihak PT Socfindo, Komisi II DPRK Aceh Singkil di lapangan wilayah Desa Pandan Sari Kecamatan Simpang Kanan, Aceh Singkil. (Istimewa) |
Aceh Singkil – Puluhan warga dari Kecamatan Simpang Kanan, Kabupaten Aceh Singkil, melakukan aksi pematokan lahan di area perkebunan kelapa sawit milik PT Socfindo yang terletak di Desa Pandan Sari, Selasa (9/9/2025). Aksi ini dipicu oleh ketidakjelasan status Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan yang disebut telah berakhir sejak akhir 2023.
Seiring waktu, massa aksi semakin ramai. Asisten Kepala (Askep) PT Socfindo turut hadir di lokasi, diikuti oleh kehadiran dua anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Singkil, yaitu Juliadi Bancin dan Warman—keduanya anggota Komisi II.
Masyarakat menuntut kejelasan status hukum lahan yang selama ini dikelola PT Socfindo, sekaligus meminta perusahaan membuka portal yang dianggap menghambat akses warga.
"Saat kami mengambil brondol langsung ditangkap dan diklaim sebagai pencuri. Padahal PT Socfindo justru yang mencuri dalam jumlah besar karena alas hak mereka sudah tidak ada. Tapi mereka tetap panen," teriak salah satu warga saat sesi dialog dengan pihak perusahaan dan DPRK.
Kehadiran Askep PT Socfindo tidak meredam ketegangan. Warga menilai perwakilan perusahaan itu tidak mampu memberikan solusi konkret.
"Kalau Bapak tidak bisa menyelesaikan masalah, lebih baik suruh pimpinan Bapak datang ke sini," ujar seorang warga.
Pihak PT Socfindo berdalih bahwa perpanjangan HGU telah diajukan ke pemerintah pusat.
"Kalau soal HGU, sekarang tanahnya sudah bukan ranah kami, tapi urusan pusat," kata Askep PT Socfindo.
Setelah azan Zuhur, massa mulai membubarkan diri, termasuk dua anggota DPRK yang hadir.
*DPRK: Pemerintah Daerah Harus Bertindak Tegas*
Ketua Komisi II DPRK Aceh Singkil, Juliadi Bancin, menjelaskan bahwa kehadiran mereka di lokasi atas laporan langsung dari warga.
"Tadi kami sedang berada di kantor, lalu menerima laporan dari warga, dan kami langsung turun ke lokasi," ujar Juliadi.
Ia menegaskan, Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil, khususnya Bupati Safriadi Oyon, harus segera mengambil sikap tegas sesuai regulasi yang berlaku.
"Kami menyesalkan berbagai persoalan yang ditimbulkan PT Socfindo. Jangan sampai masyarakat menjadi korban atau bahkan dipenjara akibat konflik ini," tegasnya.
Juliadi juga menyoroti persoalan lain terkait PT Nafasindo yang diduga melanggar Qanun nomor 2 tahun 2013 tentang tata ruang (RT-RW) Aceh Singkil.
"Isu keberadaan pabrik PT Socfindo yang bertentangan dengan Qanun RT-RW juga harus ditindaklanjuti oleh Bupati. Ini sudah disoroti oleh mahasiswa," ujarnya.
Warman, anggota Komisi II lainnya, menambahkan bahwa PT Socfindo tidak konsisten dengan pernyataan mereka yang mengaku patuh terhadap aturan.
"Faktanya, dalam Qanun Aceh Singkil Nomor 2 Tahun 2013, lokasi pabrik mereka sudah masuk kawasan perkotaan. Ini tidak mereka indahkan," ungkap Warman.
Ia juga menyoroti pelanggaran lainnya, seperti penggunaan sempadan sungai untuk perkebunan sawit, serta kelalaian dalam menjalankan kewajiban program plasma untuk masyarakat.
"Kalau pemerintah tidak bertindak tegas, dikhawatirkan situasi di lapangan akan memanas dan berujung konflik yang tak diinginkan," tambahnya.
*DPRK Siap Bentuk Panitia Khusus (Pansus)*
DPRK Aceh Singkil, kata Juliadi, telah menyikapi berbagai tuntutan, termasuk dari mahasiswa, dan saat ini sedang dalam proses membentuk panitia khusus (Pansus) untuk menyelidiki masalah PT Socfindo.
"DPRK bersama rakyat. Kita akan bentuk Pansus untuk menindaklanjuti persoalan ini secara serius," tegasnya.

Tutup Iklan