Iklan
![]() |
Komisi I DPRK Aceh Singkil Menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) Bersama Kelompok Tani, dan Pengurus PT Delima Makmur, Selasa (20/5/2025). |
Aceh Singkil- Sekelompok petani yang tergabung didalam Kelompok Tani Sejahtera asal Desa Biskang Kecamatan Danau Paris, Kabupaten Aceh Singkil mendatangi DPRK Aceh Singkil, Selasa (20/5/2025).
Kedatangan sejumlah petani itu diketahui untuk menyampaikan aspirasi terkait adanya dugaan perampasan lahan dan pengrusakan tanaman yang diduga dilakukan perusahaan PT Delima Makmur.
Masriani br Tumangger, salah seorang dari perwakilan kelompok Tani mengatakan bahwa kedatangan mereka ini bertujuan mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara DPRK dan pihak perusahaan.
Namun, ia mengaku tidak dapat masuk ke ruangan RDP karena keterbatasan kapasitas ruangan rapat.
Dia menuturkan, bahwa kelompok tani kami ini sudah lama berjuang. Bahkan berkali-kali kami memohon kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Singkil agar menyelesaikan masalah ini, tapi sampai sekarang belum ada kejelasan,” Sebutnya kepada wartawan.
Masriani mengklaim lahan pribadi miliknya yang disengketakan seluas 20 hektare, dan sementara lahan kelompok tani mencapai sekitar 200 hektare.
Ia juga menuduh bahwa PT Delima Makmur telah mengklaim lahan tersebut dengan cara sepihak.
Lahan yang dulu telah kami tanami, seperti pohon Jabon melalui dari program DPRA, serta tanaman jengkol yang kami tanam sendiri, sudah diratakan dengan alat berat milik perusahaan,” tambahnya.
"Selain itu ada tanaman rambutan miliknya juga ikut dirusak oknum satpam perusahaan.
Petani lainnya, Eko S., mengaku dan juga mengalami kerugian sama, akibat perusakan tanaman kelapa sawit miliknya dilahan seluas sekitar tiga hektare.
Menurutnya Eko peristiwa itu terjadi antara 14 - 15 hingga 17 Mei 2025. “Saat kami kembali ke kebun, tanaman sawit sudah mati. Ada bekas racun berminyak, dan saya menduga kuat ini dilakukan oleh oknum satpam dari perusahaan,” kata. Eko.
Ia memperkirakan bahwa kerugian mencapai puluhan juta rupiah."Ujarnya
Eko menambahkan, sebelum saat kejadian, sempat terjadi adu mulut antara dirinya dan petugas keamanan PT Delima Makmur Aceh Singkil
Menurutnya, meski akses menuju lahannya melewati pos keamanan perusahaan, lahan tersebut bukan bagian dari Hak Guna Usaha (HGU).
“Saya punya bukti dan saksi. Ini tanah kami, bukan HGU,” tegas Eko.
Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh Singkil, Ramli Boga Menyampaikan, Alhamdulilah bahwa rapat pada hari ini untuk sementara waktu sudah selesai.
Kemudian adapun harapan dan tututan dari para petani ini. Mereka juga menyampaikan bahwa lahan tanaman sawit mereka diduga telah dirusak." Jelasnya.
"Kalau menurut kami khususnya di Komisi I DPRK Aceh Singkil. Bahwa terkait perusakan lahan milik petani ini adalah merupakan perbuatan yang tidak dibenarkan secara hukum dan tidak layak secara kemanusiaan.
Seharusnya dilakukan dengan negosiasi, agar tidak ada yang dirugikan. Semestinya dilakukan dengan berbincang-bincang atau sosialisasi pada masyarakat." Tambahnya.
Apalagi terhadap perusakan itu, meski warga masyarakat kita tidak menuduh 100 persen itu dilakukan oleh pihak perusahaan." Ujar, Ketua Komisi I DPRK Aceh Singkil.
Sementara pihak dari perusahaan PT Delima Makmur juga menyampaikan, karna mereka juga ikut bertanggungjawab, bahwa batas lahan tersebut merupakan dari bagian lahan gambut atau konservasi yang rawan akan kebakaran.
"Jadi pihak perusahaan bertanggungjawab penuh dalam hal penjagaan. Makanya tadi pihak Humas perwakilan dari manajemen PT Delima Makmur.
Pihak dari perusahaan menyampaikan, bagi masyarakat yang sudah duluan membuka lahan tersebut, sudah terlebih dulu bercocok tanam dan merawatnya, ya silahkan, tetapi pihak perusahaan juga meminta kalau untuk buka lahan baru jangan." kata Humas Delima Makmur disampaikan kembali oleh Ketua Komisi I DPRK, Ramli Boga.
Usai rapat, perwakilan PT Delima Makmur enggan memberikan keterangan panjang lebar kepada media.
“Kami sudah sampaikan semuanya ke DPRK. Untuk hasilnya, silakan minta notulennya ke dalam,” Ujar perwakilan perusahaan singkat sebelum meninggalkan lokasi kantor DPRK Aceh Singkil.