Iklan
![]() |
| Kabag Prokopim Setdakab Aceh Singkil, Jefri Mahardika Manik (Istimewa) |
Aceh Singkil — Ledakan kemarahan insan pers Aceh Singkil mencapai puncaknya. Setelah pesan staf Prokopim yang melarang masuknya berita kritik ke dalam kliping resmi tersebar di grup Kliping Wartawan 2025, situasi kini memasuki fase paling buruk: sejumlah jurnalis secara terang-terangan mendesak Bupati menindak tegas, mengevaluasi, bahkan mencopot Kabag Prokopim yang dinilai telah merusak hubungan pemerintah dengan media dan mempermalukan institusi pemerintahan.
Instruksi Kabag Prokopim Jefri Mahardika Manik, yang disampaikan melalui staf berinisial S, disebut sebagai bentuk intervensi paling kasar terhadap ruang kritik media.
“Berita yang mengkritik tidak kami masukkan… ini perintah atasan kami Kabag Prokopim,” begitu bunyi pesan kontroversial itu yang kini menjadi bahan pembicaraan panas di kalangan pers.
“Ini Bukan Salah Ucap. Ini Pola.”
Menurut jurnalis di lapangan Inisial N yang juga sebagai Pimpinan Redaksi Media lokal, apa yang dilakukan Prokopim bukan sekadar kesalahan teknis atau komunikasi yang buruk. Ini dianggap sebagai pola sistematis: membersihkan, menyaring, dan memanipulasi kliping agar hanya berisi pujian.
“Ini bukan soal kliping. Ini mentalitas anti-kritik. Mentalitas ingin memonopoli narasi. Pemerintah dibuat seolah-olah sempurna padahal lapangan kacau,” ujar N Senin (8/12/2025).
*Bupati Didesak Ambil Tindakan Cepat*
Beberapa wartawan menilai bahwa jika Bupati membiarkan pola kerja seperti ini, maka citranya akan tenggelam bersama lembaga yang dinilai mulai kehilangan arah.
“Kalau Bupati membiarkan ini, berarti Bupati setuju dengan pembungkaman,” kata N menyampaikan pendapat Pers lainnya .
Desakan pun mengeras:
evaluasi menyeluruh, pencopotan Kabag Prokopim, dan pembersihan internal biro komunikasi pemerintah.
“Kalau Kabag Prokopim tidak mampu memahami peran pers, seharusnya tidak duduk di posisi itu. Ini bukan jabatan pajangan. Ini jabatan strategis. Kalau gagal, ya diganti,”
*“Prokopim Jadikan Media Mesin Pujian, Bukan Mitra Kontrol”*
Sejumlah jurnalis menilai tindakan Prokopim sebagai upaya menjadikan media sebagai mesin penghalus citra, bukan mitra kritis. Mereka menyebut langkah itu sebagai:
penjinakan media,
penggembosan kritik,
pengendalian narasi,
dan “operasi kosmetik informasi”.
“Kami bukan disuruh mengawasi kinerja pemerintah, tapi disuruh memolesnya. Ini penghinaan terhadap profesi,” ungkap seorang reporter senior.
*Respons Kabag Prokopim: Klarifikasi Masih Menyisakan Pertanyaan*
Hingga berita ini diturunkan, Kabag Prokopim Setdakab Aceh Singkil, Jefri Mahardika Manik, belum memberikan klarifikasi lengkap kepada publik. Namun ia menyampaikan tanggapan singkat bahwa kebijakan tersebut berasal dari “kesepakatan awal tahun” antara pemerintah daerah dengan sejumlah perwakilan media.
“Respon staf itu bagian dari kesepakatan yang pernah dibahas dengan beberapa media. Itu hanya pengulangan dari kesepakatan soal kliping pemberitaan daerah,” ujar Jefri.
Kendati demikian, sejumlah wartawan menyebut tidak pernah mengetahui atau menyepakati adanya aturan pembatasan kritik dalam kliping. Hal inilah yang membuat klarifikasi tersebut menuai tanda tanya.
Pers: “Kami Akan Tetap Independen”
Dalam rapat informal yang melibatkan banyak jurnalis, muncul sikap bulat bahwa upaya yang dianggap sebagai pengendalian kritik ini tidak akan mengubah independensi media.
“Kami akan tetap menulis sesuai fakta. Jika ada kritik, itu bagian dari fungsi kami. Jika ada yang bagus, kami pun apresiasi. Itu prinsip dasar pers,” ujar N.
Para jurnalis juga mengingatkan bahwa pembatasan semacam ini hanya akan memperburuk hubungan pemerintah–media dan menciptakan kultur pemerintahan yang rapuh terhadap evaluasi.
“Semakin dibatasi, semakin banyak pertanyaan. Semakin dikontrol, semakin besar kecurigaan.”kata NS.

Tutup Iklan